
Menko Kumham Imipas Dorong Pembaruan Hukum Perdata Nasional, Tegaskan Pentingnya Integrasi Nilai Lokal dan Global
SURABAYA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan perlunya segera melakukan pembaruan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang telah berusia hampir dua abad. Hal itu disampaikan Yusril saat memberikan pidato kunci pada Konferensi Nasional X Hukum Perdata dan Musyawarah Kerja Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) di Universitas Surabaya, Selasa (15/10).
Dalam sambutannya, Yusril menyoroti bahwa KUHPerdata yang saat ini berlaku merupakan warisan hukum kolonial Belanda (Burgerlijk Wetboek) yang disahkan tahun 1847. Menurutnya, substansi hukum perikatan yang masih bersandar pada kitab tersebut sudah tidak lagi mampu menjawab tantangan hukum modern, terutama di tengah perkembangan teknologi, ekonomi digital, dan transaksi lintas batas.
“Hukum perikatan yang out of date menciptakan risiko ketidakpastian hukum dan kesenjangan keadilan, khususnya dalam kontrak baku dan transaksi digital. Karena itu, pembaruan hukum perikatan bukan lagi pilihan, tetapi keniscayaan konstitusional dan kebutuhan ekonomi bangsa,” tegas Yusril.
Ia menambahkan, hukum nasional harus bergerak dari paradigma reaktif menuju hukum yang responsif, adaptif, dan berkeadilan sosial. Menurutnya, Konferensi Nasional APHK menjadi momentum penting untuk memperkuat substansi hukum perdata sebagai pondasi kehidupan masyarakat dan ekonomi.
Dalam paparannya, Yusril menguraikan sejumlah isu krusial yang perlu menjadi perhatian dalam proses pembaruan hukum keperdataan. Pertama, integrasi prinsip-prinsip hukum kontrak internasional seperti UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) yang relevan dengan kebutuhan bisnis global. Kedua, akomodasi terhadap asas-asas hukum perdata Islam agar tercipta keselarasan dengan prinsip keadilan dan etika syariah tanpa meninggalkan nilai universal.
Selain itu, Menko juga menekankan pentingnya harmonisasi hukum adat yang dinamis dan mencerminkan rasa keadilan masyarakat, sinkronisasi peraturan lintas bidang seperti ekonomi syariah dan arbitrase, serta perlindungan hak anak dan perempuan dalam konteks hukum keluarga dan adat.
Yusril juga mengingatkan bahwa hingga kini, KUHPerdata masih menjadi rujukan utama yang mengikat meskipun banyak ketentuan di dalamnya telah dicabut atau disisihkan melalui peraturan nasional maupun yurisprudensi. Karena itu, ia menilai sudah saatnya Indonesia memiliki hukum perdata nasional yang benar-benar lahir dari nilai, budaya, dan aspirasi bangsanya sendiri.
“Seperti halnya pembaruan KUHP yang telah berhasil diwujudkan, pembaruan KUHPerdata juga harus menjadi agenda strategis. Kita harus menemukan titik keseimbangan antara tradisi dan modernitas agar hukum perdata Indonesia tidak hanya modern dan relevan, tetapi juga mencerminkan jati diri bangsa,” ujar Yusril.
Menutup pidatonya, Yusril menyampaikan optimismenya bahwa dengan komitmen dan kolaborasi antara akademisi, praktisi, serta pembuat kebijakan, pembaruan hukum perdata nasional dapat diwujudkan sebagai sistem hukum yang kokoh, berkeadilan, dan mampu menjawab tantangan global.
“Hukum perdata nasional harus menjadi pondasi kepastian hukum sekaligus cerminan nilai dan budaya bangsa Indonesia di era modern,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Yusril didampingi oleh Kakanwil Kementerian Hukum Haris Sukamto dan Kadiv Pelayanan Hukum, Raden Fadjar Widjanarko.
Haris menyampaikan bahwa pihaknya bersama dengan APHK telah bersinergi dengan baik. Terutama dalam memberikan rekomendasi-rekomendasi pembaharuan hukum perdata.
#KementerianHukum
#LayananHukumMakinMudah
#AksiNyataSejahtera
#KerjaTerlaksana
















